PeraturanMenteri Keuangan (PMK) nomor 244/PMK.03/ 2008 mengatur jenis jasa lain yang dimaksud pada pasal 23 UU 36 tahun 2008 tentang PPh. Tarif pajak atas jasa lain adalah 2% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jika penerima imbalan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sedangkan jika penerima imbalan tidak punya
DEPARTAMENTO DE JEFATURA DE GABINETE Y GOBIERNO DECRETO 244 La Plata, 8 de febrero de 2008. VISTO el expediente Nº 2100-30691/08, del registro de la Secretaría General de la Gobernación, por el que tramita un proyecto de decreto propiciando el otorgamiento de una bonificación al personal de los Centros de Cómputos no comprendido en los alcances de los artículos 6º del Decreto Nº y 5º del Decreto Nº y CONSIDERANDO Que dicho otorgamiento ha sido acordado con los representantes sindicales de los trabajadores estatales en el ámbito de las negociaciones colectivas establecidas por la Ley Nº según surge de las Actas de los días 13 y 20 de diciembre de 2007, correspondiendo por ende dictar el pertinente acto administrativo, a tenor de lo dispuesto por el artículo 16 de la citada Ley; Que constituye una premisa de la política delineada por la actual gestión, la de jerarquizar las áreas de informática de la Administración Pública; Que en orden a los considerandos anteriores, cabe señalar que en las negociaciones paritarias las partes acordaron en resaltar la significativa importancia que reviste la definición de políticas informáticas en el ámbito de la Administración Pública Provincial, a cuyos efectos han previsto un término de ciento ochenta 180 días para avanzar en su definición; Que han tomado la intervención propia de sus respectivas competencias la Asesoría General de Gobierno, la Dirección Provincial de Economía Laboral del Sector Público, la Dirección Provincial de Presupuesto y la Dirección Provincial de Personal de la Provincia; Que la presente medida se dicta en uso de las atribuciones conferidas por el artículo 144 -proemio- de la Constitución de la Provincia de Buenos Aires; Por ello, EL GOBERNADOR DE LA PROVINCIA DE BUENOS AIRES, DECRETA ARTICULO 1º Establecer, a partir del 1º de enero de 2008 inclusive, para los agentes de los Centros de Cómputos comprendidos en el Decreto Nº y sus modificatorios, Decretos Nº y Nº que no fueron alcanzados por las disposiciones del artículo 6º del Decreto Nº ni del artículo 5º del Decreto Nº una bonificación sujeta a aportes previsionales y asistenciales, equivalente al sesenta por ciento 60% del sueldo básico que perciban, la que será liquidada de acuerdo a la propia categoría de revista o, en su caso, sobre la base del cargo de categoría superior que se hallaren desempeñando en forma interina y por el cual percibieren la diferencia salarial respectiva, en los términos del artículo 25, inciso e de la Ley Nº Decreto Nº y su Decreto Reglamentario Nº ARTICULO 2º Disponer que la Subsecretaría de Modernización del Estado, dependiente de la Secretaría General de la Gobernación, elevará al Poder Ejecutivo, con carácter de recomendación, una reseña programática con el conjunto de medidas que entienda pertinente adoptar en materia de política informática en el ámbito de la Administración Pública Provincial. Dicha reseña será elevada al Poder Ejecutivo -previa participación en su elaboración de los gremios que representen mayoritariamente a los trabajadores estatales de los Centros de Cómputos-, en el término de hasta ciento ochenta 180 días hábiles contados a partir del 1º de enero de 2008. La reseña abarcará al menos los siguientes aspectos 1. Objetivos que se persiguen; 2. Diseño institucional; 3. Necesidades de equipamiento y de capacidades técnico profesionales en materia de personal; 4. Etapas de implementación, con indicación de su extensión temporal y de sus costos asociados, acompañadas de informe emitido por la Dirección Provincial de Presupuesto dependiente de la Subsecretaría de Hacienda del Ministerio de Economía, por el cual se indique si las mismas cuentan con la debida cobertura presupuestaria, tanto en el Presupuesto General del Ejercicio 2008 -Ley Nº cuanto en el indicativo plurianual a que se refiere la Ley Nº 13295. ARTICULO 3º El presente Decreto será refrendado por los Ministros Secretarios en los Departamentos de Jefatura de Gabinete y Gobierno, de Economía y de Trabajo. ARTICULO 4º Registrar, comunicar, publicar, dar al Boletín Oficial y al SINBA. Cumplido, archivar. Alberto Pérez Daniel O. Scioli Ministro de Jefatura Gobernador de Gabinete y Gobierno Rafael Perelmiter Oscar A. Cuartango Ministro de Economía Ministro de Trabajo
Pemeriksadengan alasan sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) PMK Nomor 244/PMK.03/2008 tidak menyebutkan bahwa sewa angkutan darat merupakan objek PPh pasal 23, sehingga koreksi objek pajak sebesar Rp378.927.647,00 tidak setuju karena Pemohon Banding berpendapat pengenaan PPh Pasal 23 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/ 9 Des 2015 1410Oktalista Putridibaca 5798 kaliPeraturan Pajak - PPh 23PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/ TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT 1 HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat 1 huruf c angka 2Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, imbalan sehubungan dengan jasa lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% dua persen dari jumlah bruto atas imbalan dimaksud; bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan berwenang mengatur jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 1 huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008; bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan huruf b dimaksud, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat 1Huruf c Angka 2Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Mengingat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983tentang Pajak Penghasilan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893 Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; MEMUTUSKAN Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT 1 HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008. Pasal 1 1 Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 1 huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% dua persen dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 2 Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari Jasa penilai appraisal; Jasa aktuaris; Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; Jasa perancang design; Jasa pengeboran drilling di bidang penambangan minyak dan gas bumi migas, kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap BUT; Jasa penunjang di bidang penambangan migas; Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; Jasa penebangan hutan; Jasa pengolahan limbah; Jasa penyedia tenaga kerja outsourcing services Jasa perantara dan/atau keagenan; Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI; Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; Jasa pengisian suara dubbing dan/atau sulih suara; Jasa mixing film; Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; Jasa maklon; Jasa penyelidikan dan keamanan; Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; Jasa pengepakan; Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; Jasa pembasmian hama; Jasa kebersihan atau cleaning service; Jasa catering atau tata boga. 3 Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tariff pemotongan adalah lebih tinggi 100% seratus persen daripada tariff sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Pasal 2 1 Jasa penunjang di bidang penambangan migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 huruf f adalah jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas bumi berupa Jasa penyemenan dasar primary cementing yaitu penempatan bubur semen secara tepat di antara pipa selubung dan lubang sumur; Jasa penyemenan perbaikan remedial cementing, yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong; Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air; Perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal; Penutupan sumur. Jasa pengontrolan pasir sand control, yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangakaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa; Jasa pengasaman matrix acidizing, yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan; Jasa peretakan hidrolika hydraulic, yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil; Jasa nitrogen dan gulungan pipa nitrogen dan coil tubing, yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur; Jasa uji kandung lapisan drill steam testing, penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi; Jasa reparasi pompa reda reda repair; Jasa pemasangan instalasi dan perawatan; Jasa penggantian peralatan/material; Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur; Jasa mud engineering; Jasa well logging & perforating; Jasa stimulasi dan secondary decovery; Jasa well testing & wire line service; Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling; Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling; Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling; Jasa lainnya yang sejenis di bidang pegeboran migas. 2 Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 huruf g adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum berupa Jasa pengeboran; Jasa penebasan; Jasa pengupasan dan pengeboran; Jasa penambangan; Jasa pengangkutan/system transportasi, kecuali jasa angkutan umum; Jasa pengolahan bahan galian; Jasa reklamasi tambang; Jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan penggalian/pemindahan tanah; Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum. 3 Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 huruf h adalah berupa Bidang aeronautika, termasuk Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara; Jasa penggunaan jembatan pintu avio bridge; Jasa pelayanan penerbangan; Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara didarat; Jasa penunjang lain di bidang aeronautika. b. Bidang non-aeronautika, termasuk Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat; Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika. 4 Jasa maklon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 huruf t adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa disubkontrakkan, yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. 5 Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 huruf v adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelengaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan. Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2008 MENTERI KEUANGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI Selengkapnya DOWNLOAD DISINI Contoh Penghitungan KLIK DISINI ARTIKEL TERKAIT ARTIKEL TERPOPULER ARTIKEL ARSIP ARTIKEL TERBARU Langkah Pelaporan Realisasi Fasilitas PMK Nomor 44/PMK 03/2020Login ke alamat resmi login sesuai NPWP dan Password yang sudah terdaftar pada laman DJP Online dan masukkan captcha yang tertera pada layar utama login. Setelah berhasil login laman akan menampilkan menu Utama, kemudian pilih menu Layanan. Setelah masuk menu Layanan, laman akan menampilkan sub menu dari menu Layanan kemudian pilih eReporting Insentif Covid-19. - PadaselengkapnyaPajak E-Commerce PMK No 210/ ini, keberadaan internet menjadi salah satu hal penting untuk menunjang kegiatan perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kegiatan perdagangan atau jual beli melalui internet atau online yang biasa disebut ARTIKEL TAGS Klinik Pajak. All Rights Reserved © 2015
LandasanHukum : Pasal 22 UU PPh P MK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ 2012 PMK No. 253/ PMK.03/ 2008. Definisi. Slideshow 2766501 by italia. Browse . Recent Presentations Content Topics Updated Contents Featured Contents. PowerPoint Templates. Create. Presentation Survey Quiz Lead-form E-Book.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 244/ CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIANKELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/ tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/ bahwa untuk menyelaraskan ketentuan tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem perbendaharaan dan anggaran negara, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak; Mengingat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355; MEMUTUSKAN Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK. BAB I KETENTUAN UMUMPasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat dengan KPP adalah kantor pelayanan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dan/atau tempat objek pajak diadministrasikan. Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan SKKP PBB adalah surat keputusan yang menyatakan jumlah kelebihan pembayaran PBB. Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disingkat dengan SKPKPP adalah surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat dengan SPMKP adalah surat perintah dari Kepala KPP kepada KPPN untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai dasar kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, dan/atau dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat dengan SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMKP. Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat dengan PPh adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat dengan PPN dan/atau PPnBM adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan yang selanjutnya disingkat dengan PBB adalah pajak sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara. Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat dengan ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital. BAB II KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAKPasal 2 1 Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM dapat dikembalikan dalam hal terdapat Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang KUP; Pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang KUP; Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP; Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP; Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP; Pajak yang telah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17E Undang-Undang KUP dan Pasal 16E Undang-Undang PPN; Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 4c Undang-Undang PPN; Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung; Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP; Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 huruf a Undang-Undang KUP; Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 huruf b Undang-Undang KUP; atau Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 huruf c Undang-Undang KUP. 2 Tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali PPN barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf f mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali PPN barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri. Pasal 3 Kelebihan pembayaran PBB dapat dikembalikan dalam hal terdapat PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan SKKP PBB; PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung; PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang PBB; PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Undang-Undang PBB; PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP; PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 huruf a Undang-Undang KUP; PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 huruf b Undang-Undang KUP; atau PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 huruf c Undang-Undang KUP. Pasal 4 Tata cara permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. BAB III TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 5 1 Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang diadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi, sebagaimana tercantum dalam a. Surat Tagihan Pajak; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya; c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Surat Keputusan Keberatan yang tidak diajukan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya; d. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas jumlah yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, dalam hal 1 tidak diajukan keberatan; 2 diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak terutang dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding; atau 3 diajukan keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah pajak terutang, atau menolak; e. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB; f. Surat Keputusan Keberatan untuk PBB yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah tetapi tidak diajukan banding; g. Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau h. Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. 2 Jika setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 masih terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak, atas permohonan Wajib Pajak, sisa kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat diperhitungkan dengan a. pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak yang menerima kelebihan pembayaran pajak; dan/atau b. Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak lain. 3 Pelunasan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui perhitungan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diakui pada saat diterbitkan SKPKPP. Pasal 6 1 Perhitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang dituangkan dalam nota penghitungan. 2 Formulir nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 3 Bagi Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan dengan mata uang Dollar Amerika Serikat, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat diberikan dalam mata uang rupiah, yang dihitung menggunakan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf a, huruf b, dan huruf c; diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf d dan huruf e; diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, diucapkannya Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf h; atau diterbitkannya surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf i, huruf j, huruf k, dan huruf l. Pasal 7 1 Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditindaklanjuti dengan kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang. 2 Dalam hal tidak ada Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, seluruh kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada Wajib Pajak bersangkutan. 3 Kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui potongan SPMKP. 4 Potongan SPMKP dianggap sah dalam hal telah mendapatkan NTPN sesuai ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan. Pasal 8 Dalam rangka memperoleh pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan rekening dalam negeri atas nama Wajib Pajak. Pasal 9 1 Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPKPP berdasarkan nota penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. 2 Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan rekening dalam negeri atas nama Wajib Pajak, Kepala KPP tetap menerbitkan SKPKPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 3 Atas dasar SKPKPP, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP. 4 Dikecualikan dari penerbitan SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dalam hal SKPKPP diterbitkan tanpa rekening atas nama Wajib Pajak. 5 Atas SKPKPP yang tidak diterbitkan SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat 4 diberitahukan kepada Wajib Pajak. 6 Setelah Wajib Pajak menyampaikan rekening, Kepala KPP melengkapi SKPKPP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dengan rekening yang diberitahukan oleh Wajib Pajak. 7 Berdasarkan SKPKPP yang telah dilengkapi dengan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat 6, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP. 8 Dalam hal terdapat kesalahan dalam penerbitan SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 7, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan membetulkan SPMKP sepanjang belum diterbitkan SP2D. 9 SKPKPP, SPMKP, dan Surat Pemberitahuan Tidak Diterbitkan SPMKP dibuat sesuai contoh format untuk SKPKPP sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; untuk SPMKP sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan untuk Surat Pemberitahuan Tidak Diterbitkan SPMKP sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 10 SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 7 dibuat dalam rangkap 4 empat dengan peruntukan sebagai berikut lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN; lembar ke-3 untuk Wajib Pajak; dan lembar ke-4 untuk arsip KPP. Pasal 10 SPMKP dibebankan pada akun pendapatan pajak tahun anggaran berjalan, yaitu pada akun yang sama dengan akun pada saat diakuinya pendapatan pajak semula. Pasal 11 SPMKP dan SKPKPP beserta ADK disampaikan ke KPPN secara langsung oleh petugas yang ditunjuk. Pasal 12 1 Berdasarkan SPMKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 dan ayat 7, Kepala KPPN atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SP2D dengan ketentuan dalam hal seluruh kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMKP, KPPN menerbitkan SP2D Nihil; dalam hal seluruh kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada Wajib Pajak, Kepala KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak bersangkutan; dalam hal masih terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMKP, Kepala KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak bersangkutan. 2 Kepala KPPN menerbitkan bukti penerimaan negara dalam hal kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMKP. 3 Bukti penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak. 4 KPPN menyampaikan Daftar SP2D; Lembar ke-2 SPMKP; dan Bukti penerimaan negara dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pajak yang dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMKP, ke KPP Penerbit SPMKP. Pasal 13 Bukti penerimaan negara atas potongan SPMKP disampaikan oleh KPP penerbit SPMKP kepada Wajib Pajak. Pasal 14 1 Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SKPKPP dan SPMKP menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN setiap awal tahun anggaran. 2 Dalam hal terjadi perubahan pejabat yang berwenang menandatangani SKPKPP dan SPMKP, pejabat pengganti harus menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN sejak yang bersangkutan menjabat. BAB IV JANGKA WAKTU PENGEMBALIANPasal 15 1 Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 setelah diperhitungkan dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikembalikan dalam jangka waktu paling lama 1 satu bulan terhitung sejak permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sehubungan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf a diterima; Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf b atau huruf c diterbitkan; Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf d, huruf e, atau huruf g diterbitkan; Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf h diterbitkan; Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf h diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali; Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf i diterbitkan; Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf j diterbitkan; Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf k diterbitkan; atau Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf l diterbitkan. 2 Kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setelah diperhitungkan dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, dikembalikan dalam jangka waktu paling lama 1 satu bulan terhitung sejak SKKP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a diterbitkan; Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b diterbitkan; Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali; Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c diterbitkan; Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d diterbitkan; Surat Keputusan Pembetulan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e diterbitkan; Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f diterbitkan; Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g diterbitkan; atau Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h diterbitkan. 3 SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 1 diterbitkan oleh KPPN sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan. BAB V KETENTUAN PERALIHANPasal 16 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini terhadap permohonan kelebihan pembayaran pajak yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diselesaikan; terhadap penerbitan SKPKPP yang belum ditindaklanjuti dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tata cara penyelesaiannya mengikuti Peraturan Menteri ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Peraturan Menteri ini, Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat mengatur ketentuan lebih lanjut yang diperlukan, sesuai bidang tugas dan kewenangannya masing-masing, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. Pasal 18 Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/ tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/ tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/ tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 19 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2015 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 29 Desember 2015 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1964 BerdasarkanPMK 244/PMK.03/2008 Pasal 1 nomor 2 (r) dan (s) dijelaskan : r. jasa instalsi dan atau pemasangan mesin, peralataan dsbg selain yang dilakukan oleh wp yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin sertifikasi konstruksi. Selamat siang rekan,saya ingin tanya apakah ada peraturan terbaru atas peraturan PMK no. 244/ tentang jenis jasa lain yang dipotong PPh 23..mohon bantuannya rekan,,,,terima kasih PeraturanMenteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi; 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-244/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak; 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/ TENTANG PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pengbasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan; Mengingat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893; Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; MEMUTUSKAN Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN. Pasal 1 Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, sampai dengan jumlah seratus lima puluh ribu rupiah sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan. Pasal 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah sebulan atau dalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan. Pasal 3 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi. Pasal 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan Pajak Penghasilan bagi pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 5 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/ tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2008 MENTERI KEUANGAN, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT 1 HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008Ditetapkan 31 Desember 2008Ditetapkan 31 Des 2008•Berlaku 1 Januari 2009•Berlaku 1 Jan 2009• status  Hanya untuk PelangganSudah memiliki akun? MasukHukumonline ProBerlangganan sekarang untuk akses tak terbatas ke berbagai Analisis Hukum!Tingkatkan kualitas penelitian hukum Anda dengan berlangganan Paket Professional Hukumonline Pro dan dapatkan lebih banyak analisis hukum untuk referensi yang komprehensifPRO PLUSRp bulan Semua Fitur Paket Professional Permintaan Terjemahan Peraturan Precedent Hukumonline Virtual DiscussionPROFESSIONALRp bulan Semua Fitur Paket Standard Terjemahan Peraturan Peraturan Konsolidasi Premium Stories Monthly Law Review MLR Indonesian Law Digest ILDSTANDARDRp bulan Indonesian Legal Brief ILB Daily Updates Bantuan Layanan Pencarian Peraturan Pusat Data Peraturan dan Putusan Pengadilan Non-Precedent 2023 Hak Cipta Milik TxL0. 253 315 197 87 379 394 258 328 405

pmk 244 pmk 03 2008